Kurangnya Transparansi, Peserta Sulit Evaluasi
Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PKK MABA FEB UB) adalah kegiatan pembekalan kepada mahasiswa baru tentang kehidupan kampus. Rangkaian kegiatan itu sendiri meliputi Orientasi Akademik (ORDIK), Orientasi Mahasiswa (ORMAWA), dan Krida Mahasiswa (KRIMA). PKK MABA FEB UB selanjutnya disebut juga dengan nama PRIME FEB UB. Dalam menunjang tujuan PRIME FEB UB, setiap rangkaian memiliki berbagai penugasan dan ketentuan atribut yang harus ditaati oleh para peserta.
Merujuk pada Tata Tertib (Tatib) PKK MABA FEB UB, apabila peserta tidak mengerjakan penugasan atau tidak memenuhi ketentuan atribut maka dianggap telah melakukan suatu pelanggaran. Tatib PKK MABA FEB UB Pasal 11 Ayat 2 membagi pelanggaran menjadi beberapa tingkatan, di antaranya ringan, sedang, dan berat. Setelah terbukti melakukan suatu pelanggaran, sanksi akan diberikan kepada peserta melalui mekanisme sidang yang jujur, objektif, serta mengedepankan kemuliaan perilaku dan kedewasaan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 13 Ayat 2.
Selain menjelaskan tentang sanksi, Tatib PKK MABA FEB UB juga menerangkan terkait hak peserta dalam mengajukan transparansi pelanggaran. Pasal 14 menjelaskan bahwa pelanggar dapat mengajukan transparansi penilaian dan banding atas tuduhan sanksi pelanggaran ringan, sedang, ataupun berat. Menurut I Gede Surya Gangga selaku Koordinator Divisi Disiplin dan Etika Mahasiswa (Dikma), peserta tentu saja berhak mengajukan transparansi pelanggaran kepada pendamping kelompoknya. Lalu, pendamping akan menunjukkan data pelanggaran setelah mendapatkannya dari Divisi Acara, khususnya Penanggung Jawab (PJ) Ilmiah. Zuhdiyyah Rifda Nur Fadhilah, Asisten Koordinator Divisi Acara, juga menegaskan, “Kapan pun mereka bisa menanyakan transparansinya setelah rapor itu dibagikan.”
Kenyataannya, beberapa peserta mengeluh tidak mendapatkan transparansi oleh panitia PRIME FEB UB. “Untuk transparansi pelanggarannya sendiri dari PRIME FEB UB-nya tidak diberitahukan secara jelas ataupun spesifik apa pelanggaran yang telah mahasiswa lakukan,” ungkap Syafia Avril Lathifa selaku Peserta PRIME FEB UB. Akhdan Maulana Ibrahim, Peserta PRIME FEB UB juga mengeluhkan detail dari pelanggaran itu sendiri, “Enggak dijelaskan penugasan saya itu salah di bagian mana, semisal ngetik di Word, margin, atau size dari kertasnya.” Terkait permasalahan tersebut, para peserta juga sudah mencoba untuk meminta transparansi kepada masing-masing pendampingnya, tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban. “Tidak ada penjelasan dari pendamping terkait kesalahan apa yang telah saya lakukan. Di spotlight pertama dan kedua, saya sudah mencoba menanyakan terkait kesalahan saya, tetapi tidak ada balasan untuk pertanyaan tersebut,” ungkap Marshal Luchannel Verel, salah satu peserta.
Tidak adanya transparansi memberikan dampak buruk bagi para peserta, seperti menyebabkan ketidakpastian dan kebingungan terhadap pelanggaran yang mereka dapatkan dalam rangkaian PRIME FEB UB. “Saya lebih ke takut dan juga bingung, apa sih pelanggaran yang saya lakukan,” jelas Syafia. Selain itu, para peserta juga kesulitan dalam melakukan evaluasi diri karena tidak adanya transparansi terhadap pelanggaran yang mereka lakukan. “Saya merasa ketika tidak adanya transparansi ini adalah kesulitan dalam mengevaluasi kesalahan,” ungkap Marshal.
Bilqis Aulia Safitri, salah satu pendamping kelompok PRIME FEB UB, merasa bahwa alur dalam mengajukan transparansi terlalu panjang. Peserta yang ingin mengajukan transparansi dapat menghubungi pendampingnya. Setelah itu, pendamping menghubungi Divisi Acara. Kemudian, Divisi Acara memproses pengajuan transparansi tersebut. Setelah diproses, Divisi Acara akan memberikan data pelanggaran tersebut ke pendamping kelompok terkait. Setelah itu, para peserta mendapatkan transparansi dari para pendampingnya. Menurut Gangga, panjangnya alur transparansi tersebut dikarenakan panitia harus melakukan double check terlebih dahulu. Adapun panitia yang berwenang untuk menunjukkan transparansi terkait pelanggaran ringan, sedang, berat adalah PJ Ilmiah. “Jadinya dari pihak panitia itu enggak asal nge-share meskipun kita tahu datanya, tapi kita cross-check kembali,” jelas Gangga.
Selain itu, jumlah PJ Ilmiah yang terlalu sedikit dalam mengelola data pelanggaran peserta juga menjadi penyebab belum adanya transparansi. Hal ini dijelaskan oleh Fiqih Fareza Kusbari selaku salah satu pendamping kelompok PRIME FEB UB. Menurut Fiqih, ketimpangan jumlah yang cukup besar antara peserta dan PJ Ilmiah menyebabkan kesulitan dalam melakukan proses transparansi. “Jadi kalau untuk benar-benar ditulis satu-satu, itu lebih ke kasihan untuk PJ Ilmiah itu sendiri,” ungkap Fiqih. Alasan ini juga dikonfirmasi oleh Rifda, “Karena mahasiswanya banyak banget ada 1200-an sehingga cukup hectic kalau misalnya kita kasih semua keterangan pelanggaran itu di satu rekapan.” Terkait dengan adanya peserta yang belum mendapatkan transparansi, menurut Gangga hal tersebut dikarenakan adanya keluputan. Rifda juga mengatakan, “Mungkin itu ada keluputan dari pendampingnya sih kayaknya.”
Menanggapi permasalahan ini, para pendamping dan peserta berharap transparansi pelanggaran dapat menjadi lebih efektif. Mereka juga memberikan beberapa solusi, di antaranya detail data pelanggaran yang bisa langsung diserahkan kepada pendamping. “Biar pendamping itu langsung memberitahu ke grup kelompoknya,” jelas Bilqis. Hal ini dilakukan agar para peserta bisa langsung mengetahui detail pelanggaran yang telah dibagikan oleh Divisi Acara sehingga lebih efektif. Solusi selanjutnya adalah PRIME FEB UB bisa membuat sistem yang lebih efektif dalam mengelola data. Muhamad Naufal Ramadhan selaku salah satu pendamping, “Kalau mau gampang, ada sistem ataupun dari website yang bisa otomatis.” Hal tersebut diharapkan dapat memudahkan PJ Ilmiah dalam melakukan verifikasi data agar waktu yang dibutuhkan lebih singkat. “Kalau mau efektif butuh sistem yang lebih proper,” lanjutnya. Tidak hanya pendamping, para peserta juga memberikan beberapa solusi. Marshal mengatakan, “Mungkin dari awal itu yang perlu dibenahi adalah kebijakan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh PRIME FEB UB terhadap pendamping.” Transparansi merupakan hal penting agar peserta paham atas pelanggaran yang dilakukan.