Perundungan Masih Marak di Satuan Pendidikan

Di Indonesia, 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tanggal tersebut ditetapkan untuk menghormati salah satu pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara. Beliau dikenal sebagai pelopor sekaligus Bapak Pendidikan Indonesia. Di tengah euforia tersebut, kita dihadapkan oleh banyak sekali permasalahan di dunia pendidikan yang tak kunjung selesai.

Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah maraknya kasus perundungan. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, perundungan sendiri merupakan tindakan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Tindakan ini seringkali menyasar anak di satuan pendidikan. Hasil asesmen nasional Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menemukan bahwa 24,4% peserta didik berpotensi mengalami perundungan di sekolah. Hal ini sebagaimana disampaikan kepada CNN Indonesia. 

Federasi Serikat Guru Indonesia mengungkapkan bahwa ada 30 kasus perundungan yang terjadi di sekolah selama tahun 2023. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Tak hanya itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat sudah terdapat 141 kasus kekerasan anak pada awal tahun 2024. Aris Adi Leksono, Komisioner KPAI kepada Tempo.co menyatakan bahwa 35% dari total kasus tersebut terjadi di sekolah.

Kasus perundungan memiliki dampak yang buruk terhadap perkembangan anak khususnya di sekolah. Riana Nurhayati, Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, dalam keterangannya kepada Kompas.com menyampaikan beberapa dampak perundungan terhadap korban. Pertama, anak yang menjadi korban perundungan akan mengalami gangguan kesehatan mental hingga berkeinginan untuk menyudahi hidupnya. Kemudian, anak juga akan kesulitan mendapatkan kepercayaan diri, mulai dari merasa tidak dihargai hingga menghindari kehidupan sosial. Riana juga mengungkapkan bahwa dampak buruk perundungan tidak hanya dialami oleh korban, melainkan juga pelaku. Pelaku akan merasa terbiasa dengan tindakan menindas orang lain. 

Lingkungan sekolah seringkali menjadi faktor utama terjadinya perundungan. Saputra (2019) menyebutkan bahwa perilaku perundungan bisa terjadi di sekolah dengan lingkungan yang kurang pengawasan. Guru seringkali abai dalam mengawasi muridnya sehingga memberikan kesempatan kepada pelaku untuk melakukan hal tersebut. Tak hanya itu, Saputra (2019) juga menjelaskan bahwa cukup banyak sekolah yang mengacuhkan perilaku perundungan sehingga memberikan keberanian kepada pelaku untuk terus melakukannya. 

Faktor lain yang menjadi penyebab perundungan ialah kesalahan pola asuh. Kepada Kompas, Tika Bisono, Psikolog Pendidikan Anak, mengungkapkan bahwa perundungan terjadi karena kesalahan pola asuh orang tua kepada anak. Pola asuh yang salah seperti terlalu otoriter, tidak peduli, atau dimanja juga bisa membuat anak melakukan tindakan perundungan.

Oleh: Syafiq Muhammad M.
Editor: Wulan Farinatur R.
Ilustrasi: Rohan Maulana P. P.

Happy
Happy
0
Sad
Sad
0
Excited
Excited
0
Sleepy
Sleepy
0
Angry
Angry
0
Surprise
Surprise
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post ASURO dan SPBI Ajukan Enam Tuntutan
Next post Hari Kebebasan Pers: Perlindungan Persma Masih Jadi Perhatian