Hari Kebebasan Pers: Perlindungan Persma Masih Jadi Perhatian
Di tengah Hari Kebebasan Pers Internasional yang jatuh pada 3 Mei, perlindungan terhadap kebebasan Pers Mahasiswa (Persma) masih menjadi perhatian. Pada 18 Maret 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Dewan Pers menandatangani perjanjian kerja sama terkait penguatan serta perlindungan aktivitas jurnalistik mahasiswa. Ini merupakan salah satu upaya Dewan Pers menjangkau Persma.
Meskipun surat kesepakatan telah dibuat, hal tersebut tetap tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum. “Ditinjau dari segi regulasi, Memorandum Of Understanding ataupun surat kesepakatan tersebut bukan produk hukum,” ungkap Dimas Wahyu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (Sekjen PPMI). Dimas menjelaskan bahwa surat kesepakatan tersebut masih lemah karena jika salah satu pihak melanggar, ia hanya mendapatkan sanksi etis.
Payung hukum menjadi penting mengingat terdapat beberapa catatan kasus yang menunjukkan posisi Persma sangat rawan direpresi. “Jadi kita memiliki nilai tawar bahwa kondisi Persma juga harus dipertimbangkan,” ujar Dimas. Beberapa kasus yang disebutkannya ialah represifitas terhadap Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Lintas Institut Agama Islam Negeri Ambon dan LPM Suara Universitas Sumatera Utara.
Sekjen PPMI Periode 2024 itu juga menekankan agar Persma tidak hanya mengandalkan produk hukum saja. “Jangan sampai kita hanya berpangku tangan pada produk hukum. Kita harus memperjuangkannya,” tegas Dimas. Ia mencontoh pers umum yang masih sering mengalami represi walaupun sudah memiliki perlindungan hukum berupa Undang-Undang.
Oleh: Muhammad Azka H.
Editor: Syafiq Muhammad M.
Fotografer: Laila Rahma D.