Kenaikan UKT: Cara Mudah Perguruan Tinggi Mencari Dana

Awal tahun 2024, dunia pendidikan kembali menjadi perbincangan panas masyarakat lantaran adanya kenaikan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Kenaikan besaran UKT kali ini mencapai puluhan hingga ratusan persen. Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, serta Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan sebagian dari banyaknya PTN yang memberlakukan kenaikan UKT.

Fenomena ini tidak lepas dari campur tangan pemerintah. Pada bulan Januari-Februari lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menerbitkan dua dekret baru. Kedua regulasi tersebut adalah Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) No. 2 Tahun 2024 dan Ketetapan Mendikbudristek (Kepmendikburistek) No. 54/P/2024. Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 mengatur tentang alur penetapan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT), Biaya Kuliah Tunggal (BKT), dan UKT. Sedangkan, Kepmendikbudristek No. 54/P/2024 menetapkan besaran SSBOPT dalam jumlah nominal tertentu yang telah ditentukan.

Melalui dua peraturan baru ini, Mendikbudristek menaikkan besaran SSBOPT. SSBOPT sendiri merupakan biaya penyelenggaraan PTN selain investasi dan pengembangan. Penetapan besaran SSBOPT mempertimbangkan aspek capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi berdasarkan hasil akreditasi program studi (prodi) dan perguruan tinggi. Tak hanya, itu jenis prodi serta indeks kemahalan wilayah SSBOPT nantinya juga akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan oleh Direktur Jenderal terkait untuk menetapkan BKT.

BKT adalah keseluruhan biaya operasional per tahun yang terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa pada tiap prodi di PTN. BKT lantas menjadi dasar penetapan tarif UKT. Pada Pasal 6 Ayat (4) Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024, dijelaskan bahwa nominal tertinggi UKT boleh ditetapkan sejalan dengan BKT di masing-masing prodi. Akan tetapi, nominal tertinggi ini tidak boleh lebih besar dari BKT. 

Mengutip dari Kompas.com, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, mengungkapkan bahwa dua kebijakan baru Mendikbudristek sebetulnya tidak mengharuskan adanya kenaikan UKT. Cecep menjelaskan bahwa dengan ada atau tidaknya dua peraturan tersebut, UKT harus tetap dievaluasi tiap tahunnya. Evaluasi yang dimaksud pun bukan berarti harus terdapat kenaikan, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan anggaran perguruan tinggi.

Cecep menambahkan bahwa kenaikan tarif UKT juga menunjukkan perguruan tinggi tidak kreatif dan tak mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Namun, ia mengaku bahwa cara paling mudah bagi perguruan tinggi untuk mendapatkan dana adalah dengan menaikkan besaran UKT. Menurutnya, kenaikan UKT seharusnya menjadi pilihan terakhir sumber pendapatan kampus. Cecep juga menerangkan bahwa penyesuaian tarif UKT yang ditetapkan oleh kampus bukanlah hal yang bijak.

Dilansir dari Bbc.com, dalam wawancaranya bersama sejumlah mahasiswa USU, kenaikan UKT ini tentunya memberikan dampak negatif. Permasalahan ini menjadi beban tambahan, baik bagi mahasiswa maupun pihak orang tua. Banyak mahasiswa mengeluh kesulitan bahkan tidak mampu untuk memenuhi UKT yang ditetapkan oleh kampus. Bahkan, beberapa mahasiswa mengungkapkan terdapat kemungkinan putus kuliah di tengah jenjang pendidikan karena kekurangan dana. Lebih jauh, mahasiswa juga merasa diperlakukan semena-mena oleh kampus karena tidak adanya transparansi mekanisme penentuan golongan UKT yang harus mereka tanggung.

Oleh: Fadhilah
Editor: Lisa Rohmatin
Ilustrasi: Laila Rahma D.

Happy
Happy
0
Sad
Sad
0
Excited
Excited
1
Sleepy
Sleepy
0
Angry
Angry
0
Surprise
Surprise
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Aksi Jurnalis Malang Raya Tolak RUU Penyiaran
Next post Aliansi Mahasiswa Brawijaya Desak Rektor Turunkan Golongan UKT