Ancaman Represifitas Pers Mahasiswa dalam Petunjuk Pelaksanaan Peliputan

Upaya represifitas terhadap Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) kembali terjadi dalam Rangkaian Acara Jelajah Almamater Universitas Brawijaya (RAJA Brawijaya). Sebagai lembaga yang memegang peran-fungsi pers di kampus, upaya-upaya tersebut seolah tak ada habisnya dan terus berulang setiap tahun. Panitia RAJA Brawijaya selalu berusaha membatasi ruang gerak LPM melalui Petunjuk Pelaksanaan Peliputan. Beberapa pasal dalam draft tersebut mengarah pada tindak represif, seperti pembatasan reporter dan penyensoran berita oleh panitia. Tak hanya itu, LPM juga dilarang menyebarluaskan produknya di dalam kampus.

Panitia seolah-olah dengan sengaja mengembalikan pasal-pasal tersebut walaupun sudah dihapuskan pada Petunjuk Pelaksanaan Peliputan tahun sebelumnya. Padahal, Peraturan Rektor Nomor 32 Tahun 2024 Pasal 2 menyebutkan bahwa asas dari pelaksanaan RAJA Brawijaya salah duanya adalah keterbukaan dan demokratis. Bahkan, dalam draft Petunjuk Pelaksanaan Peliputan tertulis bahwa ketentuan tersebut dibuat dengan tujuan menjamin kemerdekaan pers kampus. 

Hadirnya pasal-pasal represif merupakan ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan akademik. Pers Mahasiswa merupakan entitas yang menyandang dua tanggung jawab sekaligus. Pers lahir dari kebebasan berekspresi, sedangkan mahasiswa mewakili simbol kemerdekaan akademik. Segala bentuk represifitas terhadap pers mahasiswa sama halnya dengan upaya mendegradasi kedua nilai tersebut.

Peran-fungsi pers yang dijalankan oleh LPM juga akan terganggu dengan adanya pasal-pasal represif. LPM tidak akan maksimal menjalankan peran-fungsi mereka khususnya kontrol sosial. Pasal-pasal tersebut jelas membatasi ruang gerak LPM sehingga kesulitan dalam mengawasi berbagai fenomena yang terjadi selama kegiatan RAJA Brawijaya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya berbagai fenomena yang menyimpang dari kondisi ideal.

Upaya represifitas yang tertuang dalam pasal-pasal Petunjuk Pelaksanaan Peliputan menunjukkan ketidakpahaman panitia terhadap esensi pers bahkan demokrasi. Hal ini menimbulkan doktrin bahwa LPM merupakan musuh dari Panitia RAJA Brawijaya yang harus dihindari. LPM dianggap sebagai pihak yang berisik mengkritisi pelaksanaan RAJA Brawijaya. Bahkan, tak jarang LPM disamakan dengan humas kampus.

Setiap lembaga memiliki peran-fungsinya masing-masing. Panitia Raja Brawijaya harus meningkatkan pemahaman mengenai esensi pers sebagai pilar keempat demokrasi. Mereka juga harus menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dijalankan oleh LPM. Keterbukaan informasi kepada publik harus dijunjung tinggi dengan menghargai produk-produk jurnalistik. Tak hanya itu, Sifat anti kritik juga harus segera ditinggalkan Panitia RAJA Brawijaya demi menghasilkan demokrasi yang ideal di lingkungan kampus. 

Oleh: Syafiq Muhammad M.
Editor: Ittaqa Ramadhian P.
Ilustrasi: Laila Rahma D.

Happy
Happy
0
Sad
Sad
1
Excited
Excited
0
Sleepy
Sleepy
0
Angry
Angry
2
Surprise
Surprise
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Parkiran Pujasera Universitas Brawijaya Alami Kenaikan Tarif
Next post Inklusifitas dalam Pelaksanaan PRIME FEB UB