Dilema antara Lokalitas dan Modernitas

“Kebudayaan adalah produk manusia. Manusia dan kebudayaan itu dinamis sesuai ruang, waktu, serta relevansi dengan zaman sangat penting sebagai acuan untuk mempertahankan sebuah tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan itu. Acuan untuk tetap melakukannya atau tidak, saya pikir zaman sudah tidak relevan dengan yang kalian pertahankan.”

Rambu Solo, begitulah masyarakat Toraja merayakan kematian. Arwah mereka akan disembelihkan kerbau atau babi untuk ditunggangi ke puya menemui Tuhan. Kerbau, babi, dan sajian lainnya lantas menyebabkan Rambu Solo menjadi eksklusif serta mahal.

Allu Ralla yang menganggap adat tak boleh lebih keras dari batu, menginginkan jasad ayahnya dimakamkan di Makassar tanpa upacara tersebut. Dengan pertimbangan praktis dan pemikiran yang lebih terbuka, Allu tak menganggap Rambu Solo adalah suatu keharusan. Hal itu kemudian menjadi musabab intrik keluarga yang menentang keras keinginan Allu mengingat sang ayah memiliki kedudukan termasyhur dalam adat Toraja.

Buku garapan Faisal Oddang ini berhasil mengemas budaya dan sejarah dengan gaya yang menarik. Ia juga menyisipkan konflik perusahaan tambang, isu-isu stereotipe, hingga pemerintah yang seringkali ikut campur permasalahan adat. Namun, berlimpahnya konflik dalam buku ini malah memberi kesan pelik yang dipaksakan. Terlalu banyak konflik yang muncul membuatnya terasa sangat ambisius untuk diciptakan.

Buku ini menyajikan penceritaan melalui banyak sudut pandang. Buku dengan tebal 211 halaman ini menghadirkan empat sudut pandang lintas generasi menggunakan gaya bahasa yang berbeda. Sayangnya, dengan penyajian sudut pandang sebanyak itu, penokohan karakternya justru terasa dangkal dan kurang dieksplor. Tak hanya itu, ada begitu banyak kesalahan pengetikan dan pemenggalan kalimat yang kurang sedap dibaca.

Buku “Puya ke Puya” memberikan pandangan berbeda dalam menghadapi isu yang disajikan di dalamnya. Buku ini membuat pembaca seolah menjadi masyarakat Toraja yang harus berbenturan dengan realitas dunia modern. Hal itu lantas melahirkan dilematis antara lokalitas dan modernitas yang sama-sama menawarkan ketidakpastian.

Oleh: Lisa Rohmatin
Editor: Syafiq Muhammad M.

Happy
Happy
1
Sad
Sad
0
Excited
Excited
1
Sleepy
Sleepy
0
Angry
Angry
0
Surprise
Surprise
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Penangkapan Kurir Ganja yang Menyamar sebagai Pemudik
Next post Dissenting Opinion dalam Penutup Sengketa Pilpres