Hak Veto: Legitimasi Kekuatan yang Menghambat Perdamaian

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang mempunyai tujuan mencegah konflik global dan mempromosikan perdamaian antarbangsa. Hal ini sejalan dengan Pasal 1 Piagam PBB yang menyatakan tentang tugas mereka untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dengan kekuasaan dan tanggungjawab yang besar, PBB menjadi tumpuan bagi negara-negara yang mengalami pergolakan.

Sejak berdirinya PBB pada 1945, konflik internasional berturut-turut terjadi. Meskipun banyak upaya penyelesaian yang sudah dilakukan, tugas mereka untuk memelihara perdamaian berulang kali menghadapi kegagalan. Ketidakmampuan PBB menangani konflik internasional terefleksi dari belum adanya penuntasan isu genosida di Palestina, konflik Iran-Israel, Rusia-Ukraina, dan Suriah.

Contoh dari situasi nir-perdamaian dunia saat ini, bisa kita lihat di tanah Palestina. Sejak September 2023, Israel telah melakukan serangan yang menewaskan ribuan warga sipil Palestina. Penyerangan yang juga mengincar rumah sakit dan dibarengi dengan pembatasan akses bantuan kemanusiaan ini menjurus pada tindakan genosida. Sementara itu, dalam perkara lain, setidaknya ada 507.000 korban jiwa di konflik Suriah hingga Maret 2024. Selain korban jiwa yang masif, ketidakmampuan PBB untuk mengatasi konflik-konflik ini telah mengakibatkan keberlanjutan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

HAM sendiri merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia dan tidak boleh dirampas oleh siapapun. Tentu, pihak yang paling rentan dilanggar haknya saat terjadi konflik adalah warga sipil. Krisis HAM di Ukraina membuat wilayah konflik mengalami krisis ekonomi yang dibuktikan dengan signifikannya perbandingan tingkat kemiskinan. Jika berkaca pada konflik Palestina, pelanggaran HAM terjadi dibersamai dengan krisis pangan. Keadaan darurat ini membuat mayoritas masyarakat mereka berada pada tingkat kerawanan gizi akut. Mereka juga mengalami krisis pendidikan serta fasilitas kesehatan. Setidaknya terdapat 378 sekolah mengalami kehancuran dan 30 dari 36 rumah sakit di Gaza terkena bombardir. 

Dewan Keamanan PBB (DK PBB) telah berusaha untuk mengatasi masalah-masalah ini dengan membahas resolusi yang bersifat mengikat, tetapi upaya tersebut terhalang oleh hak veto anggota tetapnya. Hak veto tersebut memungkinkan 5 negara anggota tetap PBB untuk memblokir resolusi substantif apa pun, termasuk embargo senjata dan sanksi. Pada penyelesaian konflik Israel-Palestina, Amerika Serikat selalu menggunakan hak veto untuk menolak resolusi yang bersifat mengikat terkait gencatan senjata. Lalu, pada konflik Suriah, resolusi-resolusi yang bermakna embargo senjata atau sanksi-sanksi diveto oleh Cina dan Rusia. Penggunaan hak veto inilah yang membuat penanganan situasi-situasi darurat seperti kekejaman massal dan genosida semakin berlarut. 

Merujuk dari kasus penyalahgunaan hak veto, perlu adanya agenda untuk mereformasi DK PBB demi mencegah penyelesaian konflik internasional yang alot. PBB harus menghilangkan hak veto yang sudah menggagalkan banyak penyelesaian konflik dan meningkatkan kontribusi semua negara anggotanya untuk mewujudkan perdamaian global. Selain itu, PBB seharusnya lebih berfokus pada fenomena politik internasional dan memperjuangkan resolusi yang bersifat mengikat bukan hanya secara simbolis. 

Oleh: Muhammad Azka H
Editor: Syafiq Muhammad M 
Ilustrasi: Laila Rahma D

Happy
Happy
0
Sad
Sad
1
Excited
Excited
0
Sleepy
Sleepy
0
Angry
Angry
0
Surprise
Surprise
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Laut Jatuh di Tangan Bandit
Next post Kompleksitas dan Dampak Negatif Tambang Ilegal di Indonesia